Sunday, November 21, 2010

Seribu Musim






Ini catatan terakhir, sebelum temaramMu meninggalkan senja ini. Ini salam terakhir, kepadamu yang setia menuliskan riak rindu. Engkau yang meniup seruling ditengah ombak, bersahutan diantara gema adzan yang tak jengah berkumandang. Inilah musim terakhir, tempat engkau melahirkan busur-busur panah yang menghujam mendung.

Jingga merebak, menyeruak dari celah sempit antara aku dan debu. Menyingkap tirai tempatku bersembunyi dari dunia, dan puisiku mengembun..

Kau lesatkan seribu musim penuh pedih, yang menyisipkan tabah dalam setiap gema takbirMu. Kau ajarkan aku mimpi-mimpi dalam setiap pejam, sedang peraduanku mulai lusuh. Karena petang ini aku tersenyum, namun tidak mati, sayang..

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search